A. TEORI
EVOLUSI KIMIA
Ketidakpuasan
para Ilmuan terhadap apa yang dikemukakan para tokoh Abiogenesis maupun Biogenesis
mendorong para ilmuan lain untuk terus mengadakan penelitian tentang asal usul kehidupan.
Antara pakar-pakar tersebut antara lain: Harold Urey, Stanley Miler, dan A.I.
Oparin. Mereka berpendapat bahwa organisme terbentuk pertama kali di bumi ini berupa
makhluk bersel satu. Selanjutnya makhluk tersebut mengalami evolusi menjadi berbagai makhluk hidup seperti Protozoa, Porifer,
Coelenterata, mullusca, dan lain-lain.
Para
pakar biologi, astronomi, dan geologi sepakat bahwa, pelanet bumi ini terbentuk
kira-kira 4,5-5 miliar tahun yang lalu. Keadaan pada saat awal terbentuknya sangat
berbeda dengan keadaan saat ini. Pada saat itu suhu planet bumi diperkirakan
4.000-80000oC. Pada saat mulai mendingin, senyawa karbon beserta beberapa
unsur logam mengembun membentuk inti bumi, sedangkan permukaannya tetap gersang,
tandus, dan tidak datar.Karena adanya kegiatan vulkanik, permukaan bumi yang
masih lunak tersebut bergerak dan mengerut terus-menerus. Ketika mendingin,
kulit bumi tampak berlipat-lipat dan pecah.
Pada
saat itu, kondisi atmosfer bumi juga berbeda dengan kondisi saat ini. Gas-gas ringan
seperti Hidrogen (H2), Nitrogen (N2), Oksigen (O2),
Helium (He), dan Argon (Ar) lepas meninggalkan bumi karena gaya gravitasi bumi tidak
mampu menahannya. Di atmosfer juga terbentuk
senyawa-senyawa sederhana yang mengandung unsur-unsur tersebut, seperti uap air
(H2O), Amonia (NH3), Metan (CH4) dan
Karbondioksida (CO2). Senyawa sederhana tersebut tetap berbentuk uap
dan tertahan di lapisan atmosfer. Ketika suhu atmosfer turun sekitar 100oC
terjadilah hujan air mendidih. Peristiwa
tersebut berlangsung selama ribuan tahun. Dalam keadaan semacam ini pasti bumi saat
itu belum dihuni kehidupan. Namun, kondisi semacam itu memungkinkan berlangsungnya
reaksi kimia, karena tersedianya zat (materi) dan energy yang berlimpah.
Dari
kejadi-kejadian diatas, timbul pertanyaan “bagaimana proses terjadinya kehidupan
di bumi ini?”.Pertanyaan inilah yang mendorong beberapa ilmuan untuk mengemukakan
pendapat serta melakukan eksperimen. Di antara Ilmuan tersebut antara lain
Harold Urey dan Stanley Miller.
Diakses
pada: 15/09/2014)
Berdasarkan
teori tentang keadaan bumi pada awalnya seperti disebut diatas maka itu Harold
Urey ahli biokimia Amerika mencoba mengemukakan dugaannya tentang asal usul kehidupan
pertama atau awal mula itu terjadi. Ia berpendapat bahwa “asal usul kehidupan itu dimulai dari adanya reaksi-reaksi
kimia antara zat-zat anorganik seperti CH4 , H2 , NH3
, dan H2 O yang sangat banyak ada di atmosfer purba dengan bantuan
energi tinggi dari halilintar dan sinar kosmis, terbentuklah zat organik sederhana.
Zat organik sederhana selanjutnya saling bereaksi dan terbentuk lah zat organik kompleks
yang bersifat hidup yang keaadannya digambarkan
seperti virus yang ada sekarang. Setelah berjuta-juta tahun kemudian zat hidup itu
berkembang menjadi berbagai organisme”.Sebagian pendapat yang telah dikemukakan
oleh Harold Urey itu telah dibuktikan kebenarannya oleh seorang ilmuwan bernama Stanley Miller
melalui suatupercobaan / eksperimen.
Miller
adalah murid Harold Urey yang juga tertarik terhadap masalah asal usul kehidupan.
Didasarkan informasi tentang keadaan planet bumi saat awal terbentuknya, yakni tentang
keadaan suhu, gas-gas yang terdapat pada atmosfer waktu itu, dia mendesain
model alat laboratorium sederhana yang dapat digunakan untuk membuktikan hipotesis
Harold Urey.
Kedalam
alat yang diciptakannya, Miller memasukan
gas Hidrogen, Metana, Amonia, dan Air. Alat tersebut juga dipanasi selama seminggu,
sehingga gas-gas tersebut dapat bercampur
didalamnya. Sebagai pengganti energi listrik halilintar, Miller mengaliri perangkat
alat tersebut dengan loncatan listrik bertegangan tinggi. Adanya aliran listrik
bertegangan tinggi tersebut menyebabkan gas-gas dalam alat Miller bereaksi membentuk
suatu zat baru. Kedalam perangkat juga dilakukan pendingin, sehingga gas-gas hasil reaksi dapat mengembun.
Pada
akhir minggu, hasil pemeriksaan terhadap air yang tertampung dalam perangkat pengembun dianalisis secara kosmografi. Ternyata air
tersebut mengandung senyawa organic
sederhana, seperti asam amino, adenine, dan gula sederhana seperti ribose.
Eksperimen Miller ini dicoba beberapa pakar lain, ternyata hasilnya sama. Bila dalam
perangkat eksperimen tersebut dimasukkan senyawa fosfat, ternyata zat-zat yang
dihasilkan mengandung ATP, yakni suatu senyawa yang berkaitan dengan transfer
energi dalam kehidupan. Nukleotida adalah suatu senyawa penyusun utama ADN
(Asam Deoksiribose Nukleat) dan ARN (Asam Ribose Nukleat), yaitu senyawa khas dalam
inti sel yang mengendalikan aktivitas sel
dan pewarisan sifat.
Eksperimen
Miller dapat memberikan petunjuk bahwa satuan- satuan kompleks didalam sistem kehidupan
seperti Lipida, K arbohidrat, Asam Amino, Protein, Mukleotida dan lain-lainnya dapat
terbentuk dalam kondisi abiotik. Hasil dari percobaan ini adalah senyawa organik
dapat terbentuk secara bertahap, yakni dimulai dari bereaksinya gas-gas di atmosfer
purba dengan energi listrik halilintar. Selanjutnya semua senyawa tersebut bereaksi
membentuk senyawa yang lebih kompleks dan terkurung dilautan. Akhirnya membentuk
senyawa yang merupakan komponen sel.
Dari
percobaan yang dilakukan Miller berusaha membuktikan bahwa asam amino dapat terbentuk dengan sendirinya dalam kondisi
bumi purba. Namun, eksperimen ini tidak konsisten dalam sejumlah hal:
1. Dengan
menggunakan mekanisme cold trap, Miller mengisolasi asam-asam amino dari lingkungannya
segera setelah mereka terbentuk. Jika dia tidak melakukannya, kondisi lingkungan
tempat asam amino terbentuk akan segera menghancurkan molekul ini.
2. Bumi
teradiasi ultra-violet 10.000 kali lebih besar dari pada perkiraan
evolusionis. Radiasi ultra-violet yang
intens ini membebaskan oksigen dengan cara menguraikan uap air dan karbondioksida
dalam atmosfir. Situasi ini secara telak membantah eksperimen Miller yang sama sekali
mengabaikan oksigen. Jika oksigen digunakan
dalam eksperimen tersebut, metan akan terurai menjadi karbondioksida dan air,
dan amonia menjadi nitrogen dan air. Selain itu, dalam lingkungan tanpa oksigen,
juga tidak akan ada lapisan ozon. Tanpa perlindungan lapisan ozon, asam-asam
amino akan segera hancur oleh sinar ultra-violet yang sangat intens. Dapat dikatakan,
dengan atau tanpa oksigen di bumi purba,
hasilnya sama, lingkungan yang sangat destruktif
bagi asam amino.
3. Pada
akhir eksperimen Miller, terbentuk banyak asam organik yang bersifat merusak struktur
dan fungsi makhluk hidup. Jika asam amino tidak diisolasi dan tetap berada di dalam lingkungan yang sama dengan senyawa-senyawa
ini, reaksi kimia yang terjadi akan menghancurkan atau mengubah asam amino
menjadi senyawa lain.
Selain itu, di akhir eksperimen ini terbentuk sejumlah besar asam amino Dextro.
Keberadaan asam amino ini dengan sendirinya menyangkal teori evolusi, karena asam
amino Dextro tidak berfungsi dalam pembentukan sel makhluk hidup.
Kesimpulannya, kondisi-kondisi di mana asam amino terbentuk dalam eksperimen
Miller, tidak cocok bagi kehidupan. Kenyataannya, medium ini merupakan campuran
asam yang meng-hancurkan dan mengoksidasi molekul-molekul berguna yang
diperoleh.
Semua
fakta ini menunjukan satu hal yang jelas: eksperimen Miller tidak dapat digunakan
sebagai bukti bahwa makhluk hidup terbentuk secara kebetulan dalam kondisi bumi
purba. Keseluruhan eksperimen ini tidak lebih
dari sebuah eksperimen laboratorium yang terkontrol dan terarah untuk mensintesis
asam amino.
B. TEORI
EVOLUSI BIOLOGI
1. Teori Evolusi Menurut A.I. Oparin
A.I. Oparin dalam bukunya Asal mula Terjadinya kehidupan
(The origin of life), mengemukakan bahwa asal-usul kehidupan terjadi di lautan
melalui pembentukan senyawa-senyawa organik dari senyawa-senyawa sederhana,
seperti H2O, CO2, CH4, NH3, dan H2
yang memang berlimpah pada saat itu. Pembentukan senyawa organik ini dibantu
oleh energi radiasi benda-benda angkasa yang juga sangat intensif pada saat
itu.
Senyawa kompleks pertama diduga semacam alkohol dan asam
amino yang selama jutaan tahun senyawa-senyawa ini bereaksi membentuk senyawa
yang lebih kompleks, seperti asam organik, purin, dan pirimidin.
Senyawa-senyawa ini merupakan bahan pembentuk sel. Senyawa kompleks sederhana
saat itu begitu berlimpah, baik di lautan maupun di permukaan bumi sehingga
membentuk kompleks yang disebut sup purba atau sup primordial. Setelah
terbentuknya sup purba, pembentukan materi genetik dan membran sel merupakan
dua langkah penting sebelum adanya kehidupan (Campbell, 2006: 320). Materi
genetik pertama dan enzim pertama kemungkinan berupa RNA.
Gen pertama berupa RNA rantai pendek
yang dapat bereplikasi sendiri tanpa bantuan protein. Proses replikasi RNA ini
dapat terjadi melalui bantuan molekul RNA yang berfungsi sebagai katalis. Para
ilmuwan telah menemukan RNA yang disebut ribozim dan dapat berfungsi mirip
katalis. Selanjutnya, terjadi kerja sama antarmolekul yang menyebabkan
terjadinya translasi primitif dari gen RNA sederhana menjadi polipeptida.
Translasi ini tidak menggunakan ribosom atau RNA. Kumpulan molekul tersebut
akan terkumpul ke dalam bulatan membran mikroskopis yang terbuat dari
fosfolipid. Bentuk kumpulan molekul dalam membran tersebut dikenal dengan
protobion.
Adanya kerja sama
antarmolekul memberikan kemampuan pada protobion untuk bereplikasi dan
melakukan metabolisme primitif. Protobion berkembang menjadi bentuk kompleks
yang mengandung DNA dan dapat menggunakan banyak bahan mentah dari lingkungan.
Secara
berangsur-angsur protobion digantikan organisme yang dapat membuat molekul yang
dibutuhkannya sendiri (autotrof) dengan bantuan cahaya matahari (fotoautotrof)
atau molekul berenergi tinggi dari lingkungannya (kemoautotrof). Adanya
autotrof memicu munculnya makhluk hidup yang dapat memanfaatkan produk
autotrof, misalnya heterotrof, atau merupakan autotrof juga. Autotrof dan
heterotrof yang bergantung pada makhluk hidup ini merupakan prokariot pertama.
Prokariot menguasai
bumi dari 3,5–2 milyar tahun yang lalu. Selama periode tersebut, prokariot
mengubah atmosfer bumi sehingga menyebabkan oksigen muncul 2,7 milyar tahun
yang lalu sebagai hasil fotosintesis prokariot. Perhatikan bagan skala waktu
geologi pada Gambar disamping.
Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa eukariot
terbentuk setelah prokariot. Eukariot memiliki membran inti. Secara umum,
eukariot memiliki
struktur sel yang lebih kompleks.
Terdapat dua teori mengenai
pembentukan eukariot dari prokariot, yaitu teori pelekukan membran (membrane
infolding) dan teori endosimbiosis. Teori pelekukan membran menjelaskan bahwa
semua organel bermembran pada sel eukariot, kecuali mitokondria dan kloroplas,
terbentuk dari pelekukan membran ke arah dalam. Pelekukan ini membentuk membran
inti dan retikulum endoplasma. Adapun teori endosimbiosis menjelaskan
pembentukan mitokondria dan kloroplas yang berasal dari pengabungan atau
simbiosis sel prokariot ke dalam sel prokariot lain yang lebih besar. Endo berarti
di dalam, simbiosis berarti hidup bersama. Teori ini dikemukakan oleh Lynn
Margulis. Mitokondria diduga berasal dari kelompok Alpha Proteobacteria,
sedangkan kloroplas berasal dari Cyanobacteria. Perhatikan Gambar berikut.
Fosil
tertua yang diyakini para ilmuwan sebagai eukariot berasal dari sekitar 2,1
milyar tahun yang lalu. Eukariot ini merupakan nenek moyang Protista uniselular
(alga) yang kita kenal sekarang. Pembentukan makhluk hidup eukariot
multiselular terjadi dalam beberapa tahap. Nenek moyang makhluk hidup
multiselular diduga berasal dari koloni Protista uniselular. Pada koloni, sel
hasil pembelahan dan individunya tetap menempel pada koloni. Selanjutnya,
sel-sel dalam koloni terspesialisasi dan saling bergantung satu sama lain.
Setiap satu jenis sel semakin terspesialisasi, baik bentuk maupun maupun
fungsinya. Akhirnya, spesialisasi sel-sel mencapai perbedaan antara sel seks
(sel gamet) dan sel tubuh (sel somatis).
Melalui
evolusi milyaran tahun, nenek moyang eukariot membentuk ganggang, jamur, hewan,
dan tumbuhan. Sekitar 500 juta tahun lalu, semua kehidupan berada di lautan dan
mulai memasuki daratan. Beberapa alga hijau yang hidup di sekitar danau diduga
memiliki hubungan dengan tumbuhan darat primitif. Evolusi lebih lanjut
menyebabkan keanekaragaman makhluk hidup di muka bumi.
2.
Teori Evolusi Menurut Jean Baptiste De Lamarck
Menurut Lamarck, bagian tubuh
makhluk hidup dapat berubah baik ciri, sifat, dan karakternya karen a pengaruh lingkungan hidupnya. Jika bagian
tubuh dari makhluk hidup selalu atau sering digunakan, maka bagian tersebut
makin lama dapat berubah sehingga sesuai untuk digunakan pada lingkungan
tersebut. Sebaliknya bagian tubuh yang tidak pernah atau jarang digunakan lagi
makin lama akan menghilang (rudimenter). Bagian tubuh yang telah mengalami
perubahan dan sudah sesuai dengan lingkungannya dikatakan bagian yang telah
beradaptasi pada lingkungan. Bagian yang telah beradaptasi tersebut memiliki
ciri atau karakter yang berbeda dengan aslinya. Bagian ini dinamakan ciri atau
karakter atau sifat perolehan. Sifat perolehan tersebut akan diwariskan kepada
keturunannya dari generasi ke generasi. Demikianlah seterusnya sehingga suatu
saat nanti muncul makhluk hidup yang lebih maju daripada moyangnya. Teori yang
dikemukakan Lamarck tersebut dikenal dengan ‘use and disuse’.
Lamarck
mengambil contoh mengenai panjang leher jerapah. Menurutnya nenek moyang
jerapah dahulu berleher pendek. Pada suatu ketika terjadilah bencana kekeringan
sedemikian rupa sehingga jerapah hanya dapat memperoleh makanan dengan
mengambil daun-daun yang ada di pepohonan. Karena sering mengambil daun-daun
dipohon untuk dimakan, akibatnya leher jerapah tertarik, makin lama makin
panjang. Akhirnya sifat perolehan yang baru yaitu leher panjang diwariskan pada
generasi-generasi berikutnya sehingga jerapah sekarang berleher panjang.
3.
Teori Evolusi Menurut Charles
Darwin
Charles Darwin adalah seorang naturalis
berkebangsaan Inggris. Ia menyatakan bahwa evolusi berlangsung karena adanya
proses seleksi alam (natural selection). Yang dimaksud seleksi alam adalah:
proses pemilihan yang dilakukan oleh alam terhadap variasi makhluk hidup di
dalamnya. Hanya makhluk hidup yang memiliki variasi sesuai dengan lingkungan
yang bisa bertahan hidup, sedang yang tidak sesuai akan punah. Organisme yang
bisa hidup inilah yang selanjutnya akan mewariskan sifat-sifat yang sesuai
dengan lingkungan pada generasi berikutnya.
Sebagai
pembanding dengan teori Lamarck, panjang leher jerapah dapat dijelaskan dengan
teori Darwin sebagai berikut. Nenek moyang jerapah punya variasi panjang leher,
ada yang berleher pendek dan ada yang berleher panjang. Karena terjadi bencana
kekeringan, lingkunganpun berubah dan, berlangsunglah proses seleksi alam.
Jerapah berleher pendek tidak dapat mencari makan dengan menjangkau daun-daun
di pohon sehingga tidak bisa bertahan hidup. Sebaliknya jerapah berleher
panjang tetap dapat memperoleh makanan dari daun-daun di pohon sehingga dapat
bertahan hidup. Karena mampu bertahan hidup maka jerapah tersebut mampu berbiak
dan mewariskan sifat adaptif yaitu leher panjang pada generasi berikut. Itulah
sebabnya semua jerapah sekarang berleher panjang.
Teori yang di
kemukakan Darwin sangat dipengaruhi oleh hal-hal berikut:
Ekspedisinya ke kepulauan Galapagos (Galapagos
= kura-kura raksasa). Di tempat ini Darwin menemukan berbagai macam bentuk
paruh burung Finch. Terjadinya keanekaragaman ini disebabkan oleh
perbedaan jenis makanannya.
Pendapat Charles Lyell
dalam bukunya “Principles of Geology“ yang menyatakan
bahwa batuan, pulau, dan benua selalu mengalami perubahan. Menurut Darwin
peristiwa ini kemungkinan dapat mempengaruhi makhluk hidup.
Pendapat Thomas Robert Malthus
dalam bukunya “An Essay on the Principle of Population”
yang menyatakan adanya kecenderungan kenaikan jumlah penduduk lebih cepat
daripada kenaikan produksi pangan. Hal ini menurut Darwin menimbulkan
terjadinya suatu persaingan untuk kelangsungan hidup.
Berdasarkan tiga hal tersebut
akhirnya Darwin menulis bukunya “On the Origin of Species by Means of
Natural Selection” yang berisi dua hal pokok:
spesies yang ada sekarang ini berasal dari
spesies yang hidup di masa lampau, dan
evolusi terjadi melalui proses seleksi alam
Contoh-contoh konsep yang mendukung teori Darwin
a.
Percobaan August Weismann
Untuk membuktikan apakah lingkungan menyebabkan perubahan sifat yang
menurun (teori Lamarck) Weismann melakukan percobaan dengan memotong ekor
tikus, lalu mereka dikawinkan. Ternyata anak tikus yang lahir tetap berekor
panjang. Lalu anak tikus tersebut dipotong lagi ekornya dan dikawinkan lagi,
ternyata keturunan selanjutnya tetap berekor panjang. Langkah itu dilakukan
sampai dengan 21 generasi dan keturunan yang lahir ternyata tetap berekor
panjang.
Dari apa yang
dilakukan, Weismann mengambil kesimpulan bahwa perubahan sel tubuh karena
pengaruh lingkungan tidak akan diwariskan kepada keturunannya. Evolusi
adalah proses yang menyangkut seleksi alam terhadap faktor genetika. Individu
yang memiliki variasi genetik yang sesuai dengan lingkungan yang akan lestari
dan memiliki kesempatan mewariskan gen yang adaptif pada generasi berikut.
b.
Kupu-kupu Biston
betularia
Sekitar tahun
1850 yaitu masa sebelum berkembangnya revolusi industri di Inggris, kupu Biston
berwarna cerah lebih banyak daripada yang berwarna gelap. Tetapi setelah
berlangsungnya revolusi industri, ternyata kupu yang berwarna gelap lebih
banyak daripada yang berwarna cerah. Hal ini dimungkinkan karena sebelum
revolusi industri pohon di habitatnya masih bersih, sehingga kupu berwarna
cerah lebih adaptif, akibatnya sulit untuk dilihat predator. Ketika berlangsung
revolusi industri dan sesudahnya, pohon dan daun habitat kupu tersebut tertutup
oleh jelaga. Ini berakibat kupu berwarna gelap lebih adaptif sehingga sulit
dilihat predator.
c. Seleksi
alam berdasarkan resistensi
Evolusi dan
adaptasi tidak selamanya membutuhkan waktu yang relatif lama. Bakteri yang
resisten terhadap penicillin misalnya, dapat terbentuk dengan cepat.
Kejadiannya juga diterangkan berdasar konsep seleksi alam. Dimana dalam suatu
koloni bakteri, hanya sedikit bakteri yang bertahan hidup ketika penicillin
diberikan. Namun beberapa lama kemudian koloni bakteri yang resisten terhadap
penicillin menjadi banyak. Pada peristiwa ini penicillin hanya merupakan faktor
pengarah terhadap perkembangan populasi bakteri yang resisten terhadap
antibiotik.
Bukti Tentang Adanya Evolusi
Evolusi
dapat dilihat dari dua segi yaitu sebagai proses historis dan cara bagaimana
proses itu terjadi. Sebagai proses historis evolusi itu telah dipastikan secara
menyeluruh dan lengkap sebagaimana yang telah dipastikan oleh ilmu tentang
suatu kenyataan mengenai masa lalu yang tidak dapat disaksikan oleh mata. Hal
ini berarti bahwa evolusi itu ada dan merupakan suatu kenyataan yang telah
terjadi. Berikut ini merupakan bukti-bukti evolusi yang ada.
1. Adanya variasi antar individu dalam satu
keturunan
Di dunia ini
tidak pernah dijumpai dua individu yang identik sama, bahkan anak kembar
sekalipun pasti punya suatu perbedaan. Demikian pula individu yang termasuk
dalam satu spesies. Misalnya perbedaan warna, ukuran, berat, kebiasaan, dan
lain-lain. Jadi antar individu dalam satu spesies pun terdapat variasi. Variasi
adalah segala macam perbedaan yang terdapat antar individu dalam satu spesies.
Hal ini dapat terjadi karena pengaruh berbagai faktor seperti suhu, tanah,
makanan, dan habitat.
Perhatikan bahwa dalam satu keturunan pun akan selalu memunculkan
variasi. Ini disebabkan karena pada perkawinan selalu terjadi rekombinasi gen.
Seleksi yang
dilakukan bertahun-tahun terhadap suatu spesies akan menyebabkan munculnya
spesies baru yang berbeda dengan moyangnya. Oleh karena itu adanya variasi
merupakan bahan dasar terjadinya evolusi yang menuju ke arah terbentuknya
spesies baru.
2. Pengaruh
penyebaran geografis
Makhluk hidup
yang berasal dari satu spesies yang hidup pada satu tempat setelah mengalami
penyebaran ke tempat lain sifatnya dapat berubah. Perubahan itu terjadi karena
di tempat yang baru makhluk hidup tersebut harus beradaptasi demi
kelestariannya. Selanjutnya, adaptasi bertahun-tahun yang dilakukan akan
menyebabkan semakin banyaknya penyimpangan sifat bila dibandingkan dengan
makhluk hidup semula. Dua tempat yang dipisahkan oleh pegunungan yang
tinggi atau samudera yang luas mempunyai flora dan fauna yang berbeda sama
sekali. Perbedaan susunan flora dan fauna di kedua tempat itu antara lain
disebabkan adanya isolasi geografis.
Perkembangan variasi paruh burung Finch. Terjadi karena terseleksi
secara alami oleh jenis makanan yang berbeda.
Contohnya
adalah mengenai bentuk paruh burung Finch yang ditemukan Darwin di kepulauan
Galapagos. Dari pengamatannya tampak burung-burung Finch tersebut memiliki
bentuk paruh dan ukuran yang berbeda, dan menunjukkan mempunyai hubungan dengan
burung Finch yang ada di Amerika Selatan. Mungkin karena sesuatu hal burung itu
bermigrasi ke Galapagos. Mereka menemukan lingkungan yang baru yang berbeda
dengan lingkungan hidup moyangnya. Burung itu kemudian berkembangbiak dan
keturunannya yang mempunyai sifat sesuai dengan lingkungan akan bertahan hidup,
sedang yang tidak akan mati. Karena lingkungan yang berbeda, burung-burung itu menyesuaikan
diri dengan jenis makanan yang ada di Galapagos. Akhirnya terbentuklah 14
spesies burung Finch yang berbeda dalam bentuk dan ukuran paruhnya.
3.
Ditemukannya fosil di berbagai lapisan batuan bumi
Fosil adalah sisa tumbuhan atau hewan yang telah membatu atau jejak-jejak
yang tercetak pada batuan. Darwin menyatakan bahwa fosil yang ditemukan pada
lapisan batuan muda berbeda dengan fosil yang terdapat pada lapisan batuan yang
lebih tua, dan menunjukkan suatu bentuk perkembangan.
Dari sekian banyak fosil yang ditemukan, yang paling lengkap
dan dapat digunakan sebagai petunjuk adanya evolusi adalah fosil kuda yang
ditemukan oleh Marsh dan Osborn.
Dari studi yang dilakukan dapat dicatat beberapa perubahan dari nenek moyang
kuda (Eohippus) yang hidup 58 juta tahun yang lalu menuju ke bentuk kuda modern
sekarang (Equus), yaitu:
tubuh
bertambah besar, dari sebesar kucing hingga sebesar kuda sekarang
leher
makin panjang, kepala makin besar, jarak antara ujung mulut hingga bagian
mata menjadi makin jauh
perubahan
dari geraham depan dan belakang dari bentuk yang sesuai untuk makan daun
menjadi bentuk yang sesuai untuk makan rumput
bertambah
panjangnya anggota tubuh hingga dapat dipakai untuk berlari cepat, tetapi
bersamaan dengan itu kemampuan rotasi tubuh menurun.
adanya
reduksi jari kaki dari lima menjadi satu, yaitu jari ketiga yang
selanjutnya memanjang, kemudian disokong teracak.
4.
Adanya homologi organ pada berbagai jenis makhluk hidup
Organ-organ berbagai makhluk hidup yang mempunyai bentuk asal sama
dan kemudian berubah struktur sehingga fungsinya berbeda disebut organ
yang homolog. Homologi organ menunjukkan tingkat kekerabatan makhluk
yang bersangkutan. Makin banyak organ yang homolog kemungkinan kekerabatannya
makin dekat, yang artinya nenek moyangnya mungkin sama.
Contohnya: tangan manusia berfungsi untuk memegang adalah homolog
dengan sirip depan paus yang digunakan untuk berenang, atau sayap kelelawar
yang berguna untuk terbang homolog dengan tungkai depan kucing yang berguna
untuk berjalan.
Lawan dari
homolog adalah organ yang analog, yaitu organ-organ dari
berbagai makhluk hidup yang fungsinya sama tanpa memperhatikan bentuk asalnya.
Bisa juga diartikan organ-organ tubuh dari berbagai makhluk hidup yang
fungsinya sama tetapi bentuk asalnya berbeda.
5. Studi
perbandingan embriologi
Perkembangan embrio berbagai spesies yang termasuk kelas vertebrata
menunjukkan adanya persamaan pada fase tertentu yakni pada fase morulla,
blastula, dan gastrula/awal embrio. Hal ini menunjukkan adanya hubungan
kekerabatan di antara hewan-hewan sesama vertebrata, yang mungkin pula mereka
memiliki satu nenek moyang. Perbandingan perkembangan embrio pada ikan,
ayam, babi, dan manusia. Mirip
Ernst
Haeckel menyatakan dalam hukum Rekapitulasi yang dikemukakannya bahwa ontogeni
suatu organisme merupakan rekapitulasi (ulangan singkat) dari filogeni.
Ontogeni adalah sejarah perkembangan individu mulai zigot sampai dewasa.
Filogeni adalah sejarah perkembangan makhluk hidup dari bentuk sederhana sampai
dengan bentuk yang paling sempurna (evolusi).
6. Studi
perbandingan biokimia
Bila membandingkan makhluk hidup
pada tingkat biokimia, ternyata hasilnya mendukung teori evolusi. Sebagai
contoh, Hb manusia lebih mirip dengan simpanse atau gorilla daripada dengan
anjing atau cacing tanah. Tingkat kemiripan ini menunjukkan manusia lebih dekat
kekerabatannya dengan simpanse atau gorilla daripada dengan anjing atau cacing
tanah.